Ticker

6/recent/ticker-posts

Skandal Kartu Prakerja 5,7 Triliun Jokowi

 Skandal Kartu Prakerja 5,7 Triliun Jokowi

Oleh Agustinus Edy Kristianto

Perlu kita simak kata Ketua KPK Firli Bahuri saat Rapat Dengar Pendapat dengan DPR hari ini (Rabu, 20 Mei 2020).

KPK sedang mendalami dugaan korupsi program Kartu Prakerja—bahkan sempat tercetus ancaman hukuman mati seperti tertulis dalam UU Tipikor, jika korupsi dilakukan dalam keadaan tertentu seperti bencana.

Seperti apa detailnya “mendalami” itu tidak dijelaskan. Tapi secara hukum ada proses pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket), penyelidikan (mencari peristiwa pidana), penyidikan (mencari bukti yang membuat terang tindak pidana dan menentukan tersangka), penuntutan...

Ada 8 rambu agar penggunaan anggaran tidak masuk ranah tipikor: iktikad baik, tidak menerima kickback, tidak mengandung penyuapan, tidak ada gratifikasi, tidak ada benturan kepentingan, tidak ada kecurangan/malaadministrasi, tidak memanfaatkan kondisi darurat, dan tidak membiarkan terjadinya tindak pidana korupsi.

Kita sabar dan terus awasi saja, supaya barang ini jalan terus. Bagaimana pun kita harus hormati penegak hukum seperti KPK.

Secara politik, tekanan dari anggota DPR tidak kurang-kurang terhadap pemerintah—terutama Presiden Jokowi yang masih saja semedi. Anggota DPR Arsul Sani (PPP)—yang juga seorang advokat—pesannya spesifik bahwa kegiatan jual beli video pelatihan online Rp5,6 triliun bisa jadi kasus hukum, setelah Jokowi habis jabatan (2024). 

Dia sebut contoh semacam kasus BLBI (awalnya Rp130-an triliun sekarang sudah membengkak bunganya mungkin total pokok dan bunga Rp1.000-an triliun) dan Century (Rp6,7 triliun)—yang juga menyenggol Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Wakil Ketua Fraksi PKS Sukamta menyebut kasus Prakerja ini bisa jadi skandal paling memalukan dalam sejarah Indonesia merdeka. Model kerja sama dengan 8 platform digital adalah korupsi gaya baru. Ia berharap pemerintah dan platform digital masih waras pikirannya dan punya hati nurani!

Bagaimana suara PDIP? Anggota DPR dari PDIP Arteria Dahlan juga keras soal Prakerja ini ketika rapat dengan KPK beberapa waktu lalu. “Mainkan barang ini, Ketua,” kata dia waktu itu. Maksudnya: diusut!

Entah apa yang ada di dalam pikiran Presiden Jokowi melihat itu semua. Diam sambil memeluk ‘unicorn-unicorn’ milenial, membiarkan dan tidak menunda pencairan uang negara ke rekening platform digital—dengan dalih yang beli video adalah peserta—tidak memerintahkan evaluasi besar-besaran terhadap akitivitas transaksi beli video.

Periode tanpa beban malah membuat orang jadi aneh. Ahli psikologi rasanya perlu menjadikan fenomena ini sebagai bahan penelitian lebih lanjut. Kira-kira ‘vaksin’ apa yang ampuh untuk menyembuhkan. Ataukah ini merupakan manifestasi dari new normal?

Di lapangan, program ini jelas berantakan. Penerimaan insentif tertunda berlarut-larut. Kendala teknis dan nonteknis banyak sekali. Katanya digital? Katanya unicorn? Katanya fow poin sero?

Bahkan fakta tertulis dalam akta yang terang-terangan mencantumkan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio sebagai Komisaris PT Tokopedia pun dianggap angin lalu. Seperti tidak ada penghormatan terhadap UU Kementerian Negara yang jelas melarang dan menyatakan sanksi harus diberhentikan.

Yang terjadi malah sehari setelah fakta itu meledak, menteri yang bersangkutan menyebar siaran pers bahwa pariwisata kita siap menghadapi new normal.

Ada pejabat yang bilang kalau lagi bencana, kelihatan aslinya orang Indonesia. Masyarakat juga berpikir begitu. Kalau lagi bencana, kelihatan aslinya pemerintah kita.

Contohnya ini. Natural sekali lucunya.

Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana berkata, jika masyarakat curiga terhadap adanya komisi dalam pembelian pelatihan online, silakan ke website Sisnaker. Di sana komisinya 0%. 

Kalau demikian, mengapa juga melibatkan unicorn dan calon unicorn itu dalam Prakerja dengan memperbolehkan ambil komisi dari alokasi Rp5,6 triliun? Lebih baik semua video ditayangkan gratis di Sisnaker, tanpa ada transaksi jual beli berkali-kali.

Niat memperkaya platform digital itu terasa sekali. Iktikadnya tidak baik!

Tapi kalau Anda membaca berita-berita hari ini, ada satu lembaga bernama Lembaga Kajian Pemilu Indonesia (LKPI) yang mengeluarkan hasil survei: 90,7% peserta Prakerja merasa program ini efektif meningkatkan kompetensi. Apa hubungannya pemilu dengan prakerja?

Kita tahan diri, jangan langsung menuding ini survei abal-abal. Mungkin responden surveinya biota laut, jadi hasilnya begitu.

Abal-abal sih tidak tahu, ya. Tapi yang jelas LKPI ini tidak terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM sebagai badan hukum perkumpulan, lembaga, yayasan, maupun perusahaan. Direktur eksekutifnya berganti-ganti sesuai topik pemberitaan. Website resmi tidak ada.

Dan yang paling fenomenal adalah hasil surveinya pada 2019 bahwa 66,3% kader di daerah ingin Airlangga Hartarto pimpin Golkar dan 89,9% pemilih Golkar puas dengan kinerja Airlangga Hartarto.

Sejuk surveinya, cair hasilnya.

Salam 5,6 Triliun.

Dilihat